Bab Tanda-Tanda Orang Munafiq
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Bab Tanda-Tanda Orang Munafiq (باب علامة المنافق) adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan الجمع بين صحيحين (Al-Jam’u Baina As-Sahihain), sebuah kitab yang berisi Kumpulan shahih Bukhari dan Muslim karya Syaikh Yahya bin Abdul Aziz Al-Yahya. Pembahasan ini disampaikan oleh: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada 22 Rabbi’ul Tsani 1440 H / 30 Desember 2018 M.
Download Kitab Al-Jam’u Baina As-Sahihain – Format PDF di sini
Download mp3 kajian sebelumnya: Bab Mencintai Rasulullah adalah Kesempurnaan Iman
Kajian Tentang Bab Tanda-Tanda Orang Munafiq – Al-Jam’u Baina As-Sahihain
Pembahasan kali ini sampai pada hadits ke-21 halaman 12 pada kitab Al-Jam’u Baina As-Sahihain.
عَن ابن عمرو رضي الله عَنْهُمَا عَن النبيﷺ قال : أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا – وفي رواية : خَالِصًا – ، أَوْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاق حَتَّى يَدَعَهَا : إذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَر . ( وفي رواية : إِذَا اؤتُمِنَ خَانَ . بدل : وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ) . وفي حديث أبي هُرَيْرَةً : آيةُ المُنَافِقِ ثَلاثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Ada empat perkara, siapa yang empat perkara ini ada pada seseorang maka ia munafik yang murni. Dan apabila salah satunya ada, maka ia berada pada salah satu cabang kemunafikan atau perangai kemunafikan sampai ia meninggalkannya. Yang pertama, apabila berbicara berdusta, yang kedua apabila berjanji tidak menepati, yang ketiga apabila melakukan perjanjian ia berkhianat tidak melaksanakan isi perjanjian itu, dan apabila ia bertengkar ia berbuat jahat’ Dalam riwayat yang lain ‘Apabila diberi amanah ia berkhianat‘
Pada hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tanda orang munafik ada tiga. Apabila berbicara berdusta, apabila ia berjanji tidak menepati dan apabila ia diberikan amanah ia berkhianat.’
Kata Rasulullah, “Ada empat” Dan sudah pernah kita bahas bahwa hal seperti ini tidak menunjukkan kepada pembatasan. Nabi mengatakan bahwa tanda orang munafik. Kalau kita membaca Al-Qur’an, sifat-sifat orang munafik yang Allah sebutkan dalam Al-Qur’an banyak sekali. Maka dari itu ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “empat” tidak menunjukkan kepada pembatasan. Namun maksudnya bahwa empat sifat ini yang paling terlihat pada mereka.
Siapa yang empat perkara ini ada padanya, maka ia munafik yang murni. Ketahuilah munafik ada dua. Munafik dari kata nifaq. Yang pertama yaitu nifaq akbar (nifaq besar). Ini yang disebut dengan nifaq i’tiqadi, nifaq aqidah. dan nifaq ashghar (nifaq ‘amali).
Nifaq Akbar
Yaitu memperlihatkan keislaman tetapi menyembunyikan kekafiran. Lisannya mengucapkan dua kalimat syahadat, dia shalat, dia zakat, dia puasa, tapi hatinya penuh dengan kebencian kepada Islam. Ia menyembunyikan kekafirannya. Maka ini seperti orang-orang munafik yang ada dizaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Munafik inilah yang Allah ancam.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا ﴿١٤٥﴾
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An-Nisa[4]: 145)
Apa yang dimaksud dalam ayat ini? Yaitu munafik besar atau munafik i’tiqadi.
Nifaq Asghar
Apa itu nifaq asghar atau disebut juga dengan istilah oleh para ulama nifaq ‘amali. Yaitu perangai-perangai yang merupakan ciri orang munafik. Dimana Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyebutkan nama-nama munafik satu persatu. Tapi Allah menyebutkan ciri-ciri mereka secara umum.
Apa bedanya nifaq i’tiqadi dengan nifaq ‘amal?
Nifaq i’tiqadi disisi Allah dia kafir. Kalau ia wafat diatasnya maka ia kekal dalam api neraka. Walaupun secara lahiriyah kita anggap dia sebagai seorang muslim. Karena dia memperlihatkan dua kalimat syahadat, dia shalat, dia zakat, karena ia memperlihatkan keislamannya kepada kita, sementara kita diperintahkan untuk menghukumi seseorang sesuai dengan lahiriyahnya. Maka dari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensikapi orang munafik sebagai orang Islam. Walaupun disisi Allah tentunya Allah yang Maha Tahu.
Adapun munafik yang kedua yaitu nifaq ‘amal. Dia adalah orang Islam yang dia memang beriman kepada Allah, beriman kepada kehidupan akhirat, beriman kepada para Rasul semuanya, namun ia jatuh kepada salah satu dari pada perangai kemunafikan. Misalnya ia suka berdusta, suka tidak menepati janji, kalau diberikan amanah tidak amanah. Maka apakah pelakunya disebut munafik secara mutlak? Tidak. Tapi pelakunya disebut fasik (pelaku dosa besar). Apakah mengeluarkan dari Islam? Tidak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “siapa yang empat perkara ini ada pada seseorang maka ia munafik yang murni“. Artinya lengkap sudah ciri-ciri kemunafikan yang ada pada dia. Dan kalau ada salah satu dari sifat kemunafikan, maka ia berada disalah satu cabang kemunafikan sampai ia meninggalkannya. Artinya ia fasik (pelaku dosa besar)
Tanda-Tanda Orang Munafiq
1. Apabila berbicara berdusta
Ini ciri yang pertama orang munafik. Kalau ia berbicara itu berdusta. Apa itu dusta? Dusta itu mengabarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya kenyataannya A dikabarkan B. Maka dari itu kalau kita melihat dizaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang munafik itu dusta kepada Allah dan RasulNya. Mereka menyatakan أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله tapi ternyata hatinya tidak tidak beriman. Dan ini kedustaan yang besar.
Disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukkan, dan keburukkan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong.” (HR. Abu Dawud)
Bayangkan kalau kita dikenal oleh Allah sebagai pendusta bagaimana? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan dusta itu menimbulkan kejahatan dan itu memang benar. Berapa banyak dizaman sekarang orang-orang yang menggunakan dusta untuk menyebarkan provokasi, berita-berita hoax, mengadu domba dan yang lainnya dengan cara dusta. Maka dari itulah seorang mukmin jangan sampai memudah-mudahkan yang namanya berdusta. Walaupun memang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa tidak boleh berdusta kecuali pada tiga perkara. Apa tiga perkara itu? Yaitu yang pertama seorang suami berdusta kepada istri atau istri berdusta kepada suami. Apakah atas dasar hadits ini kemudian kita seenaknya berdusta kepada istri? Kata para ulama ini justru haram. Karena yang dimaksud dengan dusta dalam hadits tersebut adalah dusta yang tujuannya untuk semakin menambah rasa cinta. Adapun dusta yang kalau ternyata malah menimbulkan su’udzon sehingga akhirnya istri kehilangan kepercayaan kepada suami karena saking seringnya berdusta, maka ini bukan maksud hadits tersebut.
Dan kelompok yang paling menggunakan dusta adalah Syi’ah dengan kesepakatan seluruh ulama. Orang-orang Rafidzah, bagi mereka dusta adalah sesuatu yang halal terhadap musuh-musuh mereka.
Tentunya berdusta itu bertingkat-tingkat. Yang paling berat adalah berdusta atas nama Allah dan RasulNya. Ada orang membuat hadits lalu dinisbatkan kepada Rasulullah padahal bukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas nama seseorang,” (HR. Muslim)
Sebab kalau berdusta atas nama Rasulullah, akan dianggap agama tidak? Akan dianggap sunnah tidak? Makanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam:
فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka.” (HR. Muslim)
Terkadang kita tidak sadar ikut menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita tidak berdusta tapi kita ikut menyebarkan kedustaan. Makanya Ibnu Hibban dalam Kitab al-Majruhin yang menyebutkan sebuah bab. Bab orang yang ragu dalam periwayatannya. Apakah ini hadits shahih atau tidak, tapi dia ragu kemudian tetap saja disampaikan ke orang-orang, bisa ia masuk ke dalam hadits tersebut kata Ibnu Hibban. Ibnu Hibban membawakan hadits:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang menyampaikan hadits dariku dan masih diperkirakan itu dusta maka ia termasuk salah satu dua dari dua orang yang berdusta.” (HR. Ibnu Majah)
Bahkan Imam Nawawi dalam muqaddimah Syarh Muhadzab menyebutkan bahwa orang yang membawakan suatu hadits dan ia tahu haditsnya dhaif, tapi kemudian dia pastikan itu sabda Rasulullah dengan mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”, Imam Nawawi menganggap ini juga termasuk dusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kata Imam Nawawi kalau kita tahu bahwa hadits itu dhaif lalu kita bawakan, ada adabnya. Yaitu dengan cara menyebutkan kata-kata, “Diriwayatkan”, “Dihikayatkan”. Adapun memastikan ini sabda Rasul, bisa jadi termasuk kedustaan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang berfatwa tanpa ilmu termasuk berdusta atas nama Allah. Allah berfirman:
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـٰذَا حَلَالٌ وَهَـٰذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللَّـهِ الْكَذِبَ ۚ …
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. …” (QS. An-Nahl[16]: 116)
Maka dari itu hati-hati, terutama kita para penuntut ilmu. Jangan sampai mengatakan ini halal ini haram tanpa dalil. Karena hukum halal haram hanya milik Allah. Bukan milik kyai, bukan milik siapa-siapa, harus ada keterangannya langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
…إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّـهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ ﴿١١٦﴾
“…Sesungguhnya orang-orang yang membuat kedustaan atas nama Allah tidak akan beruntung selama-lamanya.” (QS. An-Nahl[16]: 116)
Demikian pula dusta atas nama ulama, mengatasnamakan ulama Fulan padahal tidak, ini juga berbahaya. Maka berusahalah ketika kita menukil perkataan seorang ulama, kita cek dulu benar apa tidak supaya kita tidak termasuk orang yang berdusta atas nama para ulama.
2. Apabila dia berjanji tidak menepati
Banyak diantara kita ketika berkata kepada teman kita, “InsyaAllah besok saya datang.” Ternyata tiba-tiba tidak datang tanpa udzur syar’i, maka ini termasuk tidak menepati janji. Ketahuilah InsyaAllah itu termasuk janji. Kalau berbicara, “besok saya datang” dan tidak mengucapkan InsyaAllah, ini sesuatu yang dilarang oleh Allah. Allah berfirman:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا ﴿٢٣﴾ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّـهُ ۚ …
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “InsyaAllah”…” (QS. Al-Kahfi[18]: 24)
Simak penjelasannya pada menit ke – 21:36
Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download MP3 Kajian Tentang Bab Tanda-Tanda Orang Munafiq – Al-Jam’u Baina As-Sahihain
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46341-bab-tanda-tanda-orang-munafiq/